Jumat, 06 Februari 2015

Metode Pengomposan



METODE PENGOMPOSAN

Terdapat bermacam-macam metode pengomposan yang telah dikembangkan dan dipraktekkan di Indonesia, baik yang sederhana sampai yang modern dengan Skala industri. Berikut ini beberapa metode pengomposan yang banyak dipraktekkan di beberapa negara.

A. METODE INDORE
Pengomposan dengan metode indore dikembangkan oleh Howard yang bekerjasama dengan Jackson dan Ward pada tahun 1924 - 1926 (Haug, 1980,Gaur, 1982). Bahan dasar yang diperlukan untuk pengomposan adalah campuran residu tanaman, kotoran ternak, kencing ternak, abu bakaran kayu, dan air. Semua bahan yang berasal dari tumbuhan langsung tersedia termasuk gulma, batang jagung, daun yang rontok, pangkasan daun, sisa pakan ternak, pupuk hijau dikumpulkan dan ditimbun di lubang yang sudah disiapkan.
Bahan-bahan yang tersedia kemudian disusun menurut lapisan-lapisan dengan ketebalan 15 cm, total ketebalan timbunan dapat dibuat sampai 1,2 - 1,5 m. Apabila bahan yang dibuat kompos beraneka maka proses pengomposan berjalan lebih baik. Lokasi pembuatan kompos dipilih tempat yang agak tinggi sehingga terbebas kemungkinan tergenang selama proses pengomposan berlangsung. Lubang galian dibuat dengan kedalaman 1 m, dan lebar antara 1,5 - 2 m,dengan panjang bervariasi tergantung ketersediaan bahan.
Untuk melindungi lubang, pengomposan maka di sekeliling lubang diberi tanggul kecil. Lubang pembuatan kompos sebaiknya dekat kandang ternak dan sumber air.Kotoran ternak yang dikumpulkan dari kandang kemudian disebar secara merata dalam bentuk lapisan setebal 10 - 15 cm. Untuk setiap lapisan bahan yang dikomposkan ditanburi dengan kotoran dan tanah yang terkena kencing atau dibuat dari campuran 4,5 kg kotoran ternak, 3,5 kg tanah yang terkenakencing dan 4,5 kg inokulan fungi yang diambil dari bahan kompos yangsedang aktif. Selama proses pengomposan harus dalam keadaan basah sehingga secara berkala disiram.Untuk membuat lapisan-lapisan bahan yang di komposkan tidak boleh dari satu minggu.
Masalah yang harus diperhatikan bahwa lapisan-lapisan bahan kompos tidak menjadi padat. Selama proses pengomposan berlangsung dilakukan pembalikan 3 kali, pertama 15 hari setelah proses berlangsung, kemudian setelah 30 hari dan ketiga setelah 2 bulan proses pengomposan berlangsung. Setiap kali dilakukan pembalikan maka bahan kompos diaduk dengan baik,dan tetap dalam keadaan lembap. Metode ini sesuai untuk daerah yang mempunyai curah hujan tinggi.Ada dua macam metode indore yang cukup populer, yaitu dengan cara menumpuk bahan yang dikomposkan di atas tanah (indore heap method) dan dimasukkan dalam lubang galian (indore pit method).

B. METODE HEAP
Ukuran timbunan untuk metode heap bagian dasar dengan lebar 2 m, tinggi 1,5 m dan panjang 2 m atau lebih. Bagian tepi atas dipadatkan sehingga lebih sempit kurang lebih 0,5 m. Untuk melindungi timbunan kompos dari tiupan angin maka di sekitar timbunan diberi peneduh atau pelindung. Timbunan bahan kompos dimulai dari lapisan bahan yang kaya karbon setebal 15 cm, termasuk: daun, jerami, serbuk gergaji, serpihan kayu, potongan batang jagung,.
Kemudian lapisan berikutnya adalah bahan yang kayanitrogen setebal 10-15 cm, termasuk rumput segar, gulma atau residu tanaman pekarangan, sampah, kotoran ternak segar yang kering, sarilimbah kering. Lapisan-lapisan diulang sampai mencapai ketinggian 1,5 m.Selama proses pengomposan berlangsung harus dalam keadaan lembapdan tidak terlalu basah. Untuk mempertahankan panas yang timbul selama proses pengomposan, maka bahan kompos ditutup dengan tanah atau lumpur.
Proses pembalikan dilakukan setelah 6 minggu dan 12 minggu. Apabila bahan dasar yang dikomposkan terbatas, maka lapisan-lapisan bahan kaya karbon dan nitrogen menyesuaikan dengan ketersediaannya, atau semua bahan yang tersedia dicampur terlebih dahulu kemudian diperhalus dengan cara dicacah. Bahan yang lebih halus akan lebih cepat terdekomposisi.
Beberapa hal berikut ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mempercepat proses pengomposan tetapi dengan hasil yang baik:
·         Timbunan bahan kompos harus cukup mengandung nitrogen atau protein. Kotoran ternak, rerumputan dan gulma muda kaya nitrogen.
·         Dua atau lebih bahan dasar kompos dicampur merata untuk mendorong proses dekomposisi berjalan dengan baik.
·         Bahan dasar kompos diperhalus dengan cara dicacah.
·         Jaga kelembapan kompos selama proses pengomposan berlangsung, tetapi tidak terlalu basah.
·         Apabila tanah dalam keadaan asam, maka diberi kapur. Untuk memperkaya kandungan hara kompos dapat ditambahkan batuan fosfat.
Kendala metode heap:
·         Banyak memerlukan tenaga kerja
·         Tidak terlindung dari terpaan hujan dan angin
·         Memerlukan lebih banyak air sehingga tidak sesuai untuk daerah yang curahhujannya rendah.
·         Proses fermentasi berjalan secara aerob, sehingga proses pengomposanberjalan lebih cepat, tetapi mendorong kehilangan bahan organik dan nitrogen lebih besar

C. METODE BANGALORE
Metode ini mempunyai banyak kelemahan. Selama proses pengomposan berlangsung, maka bahan yang dikomposkan harus selalu berada dalam lubang atau bak pengomposan. Selama proses pengomposan tidak dilakukan penyiraman atau pembalikan. Karena timbunan kompos ditutup dengan tanah atau lumpur, maka penyiraman harus cukup banyak sampai proses selesai. Setelah 8-10 hari proses berjalan secara aerob, selanjutnya proses berjalan secara semi aerob. Proses ini berjalan secara lambat dan sedikit demi sedikit sehingga diperlukan waktu 6 — 8 bulan, sampai kompos siap dipakai.
Proses ini tidak terjadi kehilangan karbon maupun nitrogen, sehingga kualitas kompos sangat tergantung pada bahan dasar yang digunakan. Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore ( India) oleh Acharya (1939). Bahan yang dikomposkan terdiri atas campuran tinja dan sampah kota. Metode ini sangat sesuai untuk wilayah yang curah hujannya rendah. Diperlukan waktu antara 6-8 bulan untuk memperoleh kompos yang siap pakai. Pengomposan dengan cara ini memperoleh hasil yang lebih banyak daripada proses pengomposan aerob, kehilangan nitrogen relatif sedikit dan tidak banyak memerlukan tenaga. Akan tetapi memerlukan waktu yang lebih panjang. Kemungkinan yang merupakan masalah adalah bau yang busuk dan lalat yang cukup banyak.

D. METODE BERKELEY
Bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan organik kaya selulosa (2 bagian) dan bahan organik kaya nitrogen (1 bagian). Bahan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 tn. Setelah dicapai suhu termofilik kurang lebih selama 2 — 3 hari, pada hari keempat timbunan bahan kompos dibalik. Pembalikan dilakukan lagi pada harike-7 dan ke-10. Keunggulan: proses pengomposannya terjadi dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat telah siap dimanfaatkan.

E. METODE VERMIKOMPOS
Pengomposan model ini memanfaatkan aktivitas cacing tanah, di samping itu cacing tanah mempunyai peranan penting dalam mempertahankan produktivitas tanah. Cacing tanah hanya membutuhkan 5% - 10% makanan untuk tumbuhdan mempertahankan kegiatan fisik, dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi. Bahan sekresi mengandung senyawa organik dengan ukuran partikel reknit seragam, kaya unsur hara makro dan mikro yang segera tersedia untuk tanaman,vitamin, ensim dan mikroorganisme. Vermikompos adalah pupuk organik yang mengandung sekresi cacing, humus, cacing hidup dan organisme lainnya. Populasi cacing akan meningkat secara dramatis apabila biomassa kaya nutrisi, misalkan limbah organik. Pengomposan model ini dilaksanakan melalui tiga tahap, ialah: (a) pengadaan cacing tanah,(b) perbanyakan cacing tanah,(c) proses pengomposan.

F. METODE JEPANG
Sebagai pengganti lubang galian digunakan bak penampung yang terbuat dari anyaman kawat atau bambu, ban mobil bekas yang disusun bertingkat, atau bahan lain yang tersedia setempat. Dinding bak dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan dengan lancar. Bagian dasar dari bak ditutup rapat dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya pelindian unsur hara ke tanahyang ada di bawahnya. Bahan dasar kompos yang cocok untuk metode Jepang adalah: kotoran sapidan kotoran ayam, rumput, daun segar dan kering, limbah tanaman dan gulmalimbah agroindustri (belotong, limbah pabrik pengalengan sayuran dan buah),bahan mineral (batuan fosfat), sampah kota dan rumah tangga serta Iimbahpadat dan cair yang berasal dari instalasi penyehatan. Keunggulan metode ini disebabkan karena bak penampung diletakkan di atas permukaan tanah sehingga memudahkan dalam mengaduk bahan yang dikomposkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar